Fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) yang diprediksi jatuh pada tanggal 9 Maret 2016, sebagaimana sejumlah media mengabarkan, bertepatan dengan tanggal 29 Bulan Jumadil Awal pada penanggalan Jawa. Mengacu pada naskah Garahana, gerhana tahun ini pertanda baik bagi rakyat Indonesia pada umumnya, akan kedatangan rezeki yang melimpah: Maka, lamon aningali garahana ing Wulan Jumadil Awal alamat akéh rizqi (Maka, jika melihat gerhana di Bulan Jumadil Awal alamat banyak rezeki). Namun, untuk mendapatkannya tentu saja harus pandai membaca peluang, mengambil kesempatan, dan bekerja keras.
Menurut ilmu astrologi (horoskop) Jawa tanggal 9 Maret termasuk dalam mangsa kesanga, perilaku lintang, lamanya orbit 24 hari (tanggal 2-26 Maret). Orang yang lahir pada rentang waktu itu sejak kecil banyak yang memberi dan menyayangi, masa kecilnya serba kecukupan. Dalam persoalan pekerjaan pun ketika sudah dewasa semuanya dimudahkan, seakan keberuntungan selalu berpihak kepadanya (Hudoyo, 2009).
Naskah Gerhana
Naskah Garahana diperoleh sewaktu saya turut serta dalam projek preservasi dan konservasi naskah kuna bersama Jana Wichmann (Universitat Leipzig), Oman Fathurahman (Ketua Manassa), dan sejumlah pemerhati naskah dari Pusat Studi Budaya dan Manuskrip di Cirebon pada tahun 2012. Sebanyak 101 naskah, lebih dari 150 judul, yang berhasil kami digitalisasi berasal dari keluarga keraton Cirebon, tiga di antaranya menguraikan gerhana.
Khazanah budaya yang termuat dalam naskah-naskah itu sudah sepatutnya terus dikaji, diperkenalkan ke khalayak, apapun genre dan isinya. Sebab, melalui naskah, pelbagai persoalan perihal kehidupan umat manusia pada masa lalu dapat digali, termasuk pemaknaan leluhur masyarakat Indonesia terhadap fenomena gerhana.
Berdasarkan genrenya, naskah Garahana adalah naskah primbon. Keberadaan naskah ini dapat ditelusuri di hampir setiap katalogus naskah, dengan judul beragam. Salinan-salinannya tersebar di seluruh pelosok Nusantara, tertulis dengan berbagai macam bahasa dan aksara. Hal demikian menunjukkan betapa penting kedudukan naskah bagi masyarakat, untuk membaca tanda di balik setiap kemunculan gerhana. Jika tidak memiliki urgensi pastinya sedikit sekali jumlah salinannya, atau mungkin saja hanya naskah tunggal.
Naskah Garahana terdaftar dalam katalog naskah online Portal Naskah Nusantara koleksi Opan Safari. Sebanyak 27 naskah koleksnya, terdiri atas 57 judul (teks), sebagian besar terawat dengan baik. Meskipun naskah-naskah itu sudah dipreservasi dan dikonservasi lebih dari satu kali oleh lembaga yang memiliki perhatian atas naskah akan tetapi kebanyakan belum tersentuh para peneliti.
Di dalam naskah tersebut terdiri atas beberapa teks (naskah warna-warni). Tentang siapa penulisnya, naskah ini anonim, seperti lazim ditemukan pada naskah-naskah lainnya, sebagai wujud ketawadukkan penyalin atau penulis naskah. Dengan jujur penyalin menyebutkan seseorang yang menjadi sumber penulisannya, yaitu Mubarok. Ia mendengarnya dari Abu Bakar. Mubarak menyarankan, bagi siapa saja yang melihat gerhana bulan atau gerhana matahari sebaiknya lekas melakukan salat taubat agar terhindar dari cela atau memperoleh kebaikan.
Demikian bunyi naskah gerhana: Punika masalah anyatakaken Garahana Wulan atawa Serngéngé kang ala lan kang becik. Iku cerita saking Mubarak ikulah [amiha] amiharsa saking Abu Bakar kang sinukan déning Allah. Maka [garahana] Garahana roro iku pada anganggo alamat saking Allah. Maka angucap Mubarak, sing sapa aningali Garahana salah sawiji saking karepé seyogya salat akéh taubaté. Artinya: Inilah masalah menyatakan Gerhana Bulan atau Matahari yang buruk dan yang baik. Cerita ini dari Mubarak, mendengar dari Abu Bakar yang disenangi oleh Allah. Maka, berkata Mubarak, barang siapa melihat gerhana salah satu dari keduanya (Gerhana Bulan dan Matahari) sebaiknya banyak melakukan salat taubat.
Naskah ini hanya ada tiga halaman, ditulis di atas kertas daluwang dengan aksara Pegon berwarna hitam, dan kondisinya lapuk kusam. Dilihat dari fisiknya naskah ini tampaknya berusia lebih dari 200 tahun. Adapun isi dari naskah ini menguraikan hubungan gerhana dengan nasib baik atau nasib buruk seseorang berdasarkan pada penanggalan Jawa, dari Muharam sampai Djulhijah. Agar dapat menangkal keburukan atau memperoleh kebaikan, ketika menyaksikan gerhana, maka seseorang harus banyak menunaikan salat taubat: Jika melihat gerhana di Bulan Muharam maka akan terjadi banyak fitnah, celaka, dan banyak orang kaya tapi moralnya rusak; melihat gerhana di Bulan Safar akan terjadi hujan, ombak tinggi (tsunami), di belakang ombak ada badai; Bulan Rabiul Awal akan datang angin kencang; dst.
Ramalan Gerhana
Tahun ini, GMT yang tengah menarik perhatian penduduk dunia memang unik, terjadi lagi 300-350 mendatang, seperti yang disampaikan oleh Kepala LAPPAN Thomas Djamaluddin. Di Indonesia, tidak semua wilayah akan terlintasi gerhana. Meskipun begitu kabanyakan bisa disaksikan di Indonesia, yang dengannya mengundang banyak wisatawan asing. Gerhana itu dapat dilihat di 12 wilayah: Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara (W.A. Prodjo/Kompas.Com).
Beberapa abad silam, fenomena gerhana pernah muncul di atas langit Nusantara dan disaksikan oleh semua penduduk. Pada setiap kemunculannya masyarakat mencermati dengan baik lalu dihubungkan dengan perikehidupan manusia, bahwa ada korelasi antara gerhana dengan nasib seseorang. Pengalaman kolektif itu diinternalisir sedemikian rupa serta diyakini kebenarannya.
Ramalan gerhana adalah mitologi yang bersifat universal. Hampir, di seluruh dunia, khusunya masyarakat tradisional meyakininya, meskipun berbeda-beda. Ramalan itu tidak serta-merta disuguhkan begitu saja ke tengah masyarakat, tanpa melalui proses panjang. Setidaknya pengalaman serupa pernah terjadi pada beberapa abad sebelumnya, dan kebenarannya pernah terbukti secara berulang-ulang. Masyarakat menganggap penting untuk diketahui oleh generasi sesudahnya. Oleh karenanya mereka mencatat pengalaman itu dengan baik, dan masyarakat pun antusias menyambutnya dengan melakukan penyalinan secara masal.
Pengarang naskah mengingatkan kepada kita semua, bagi siapa saja (umat muslim) yang menyaksikan gerhana agar segera melakukan salat taubat, memohon ampunan kepada Allah. Segala hal yang dilarang oleh Tuhan harus dijauhinya, dan segala apa yang diperintahkan harus dijalaninya. Diperlukan pertaubatan total, dari sifat buruk menjadi baik, dari malas menjadi rajin, dari berpikir negatif ke positif, dst. Dengan begitu maka, ramalan akan mendapatkan rezeki yang melimpah bagi kebanyakan orang Indonesia yang ditandai dengan GMT pada 9 Maret nanti akan menjadi nyata. Semoga.
Dipublikasikan di surat kabar harian umum Fajar Cirebon pada hari Selasa 15 Maret 2016
muhammadnurhata@gmail.com
cp. 082295405185
Advertisement
EmoticonEmoticon