Pesisir dalam Perhatian Prabu Siliwangi

- 21.27
advertise here
advertise here
Nurhata


Sekitar abad ke-15, wilayah kekuasaan Pajajaran, antara lain, meliputi Cirebon, Karawang, dan Banten. Sang Raja Prabu Siliwangi tidak menghendaki pusat kekuasaanya didekati oleh orang-orang Islam. Orang-orang Islam hanya dizinkan menempati wilayah pinggiran: pesisir.

Prabu Siliwangi memprediksi, kelak orang-orang yang berada pinggiran itu akan memiliki kekuatan besar. Kekuatannya akan mempengaruhi situasi politik Pajajaran, bahkan bisa menaklukannya. Namun, mereka juga tidak bisa disingkirkan begitu saja, karena keberadaannya membawa keuntungan tersendiri bagi Pajajaran, terutama ekonomi.

Agar orang-orang yang bermukim di pesisir tetap berada di bawah kendalinya, maka Prabu Siliwangi menikahi seorang santri yang sedang mondok di Pesantren Syekh Quro, Karawang. Namanya Nyi Subang Keranjang. Ada yang menyebutnya Nyi Subang Larang.

Asal Syekh Quro dari Cempa. Ia masuk ke tanah Jawa melalui jalur perdagangan, dari pintu Aceh, hingga akhirnya tiba di Pulau Jawa. Sedangkan asal Subang Larang dari Negara Singapura (Cirebon).

Garis silsilah Syekh Quro terhubung sampai ke Syamsu Tamres, terus menyambung ke Gusti Kanjeng Nabi Muhammad. Syamsu Tamres digambarkan pada cerita Carub Kandha, sebagai sesesorang yang sangat sakti. Ia tidak mempan terhadap senjata apapun. Bila dibandingkan, Syamsu Tamres itu seperti Bambang Wisanggeni, putra Arjuna, yang dibuang ke kawah candradimuka.

Usaha memperistri Nyi Subang Larang sempat mengalami tarik-ulur dengan Syekh Quro. Bagaimana pun juga, Syekh Quro adalah orang tuanya, seperti hubungan santri dan kiai saat ini. Negosiasi berlangsung alot. Satu di antara persyaratannya, suatu hari nanti, anak-anak Nyi Subang Larang diperbolehkan tetap mesantren di Syekh Quro. Ini bagian dari strategi dakwahnya.

Singkat cerita, Nyi Subang Larang memiliki tiga anak: Pangeran Walangsungsang, Nyi Mas Rarasantang, dan Raja Sengara. Di usianya yang masih sangat muda, mereka bertiga hendak berguru kepada Syekh Quro. Namun, Prabu Siliwangi mengingkari janjinya.

Anak-anak Nyi Subang Larang mengumpat-umpat memakasakan pergi ke pesantren Syekh Quro. Di sana berasa nyaman, dan tidak mau pulang. Kala itu, ayahandanya sedang berkeliling mengunjungi kerajaan-kerajaan bawahannya. Karena takut ketahuan, mereka pun kembali pulang ke istana.

Sebetulnya, Walangsungsang sudah dipersiapkan oleh ayahandanya untuk melanjutkan tahta kerajaan. Namun, Walangsungsang justru kabur dari istana. Ia tidak kembali ke pesantren Syekh Quro, tetapi pergi pesantren Syekh Nurjati Cirebon, supaya dekat dengan kakek-neneknya (dari ibu). Sang Prabu Siliwangi pun murka.

Tidak lama kemudian, Nyi Mas Rarasantang, turut kabur mengikuti jejak kakaknya. Sejak saat itu Prabu Siliwangi merasa kehilangan. Hatinya berasa kosong. Saban hari selalu melamun. Betapa tidak, Nyi Mas Rarasantang adalah putri kesayangannya, melebihi yang lain. Padahal Sang Prabu memiliki banyak anak, dari istri-istri sebelumnya.

Sementara itu, Nyi Subang Larang dan Raja Sengajara, berencana akan ke Banten. Pilihan atas Banten karena di sana mereka tinggal di rumah besar milik Sang Prabu, menyerupai istana, dengan sejumlah abdi dalem yang bersiap melayani. Terlebih lagi penduduk Banten banyak yang memeluk Islam.

Dan, memang betul prediksi Prabu Siliwangi. Cirebon berkembang pesat, hingga menjadi kerajaan, memisahkan diri dari Pajajaran. Cirebon pun akhirnya menaklukan Pajajaran. Tidak lain dan tidak bukan, yang menaklukannya adalah cucunya sendiri: Kanjeng Sinuhun Sunan Gunung Jati.

Wallahu a’lam.
Advertisement advertise here


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search