Oleh Nurhata
Satu kepuasan batin yang sukar diterjemahkan dengan rangakaian kata ketika kita menemukan sesuatu yang dianggap penting, paling tidak untuk diri sendiri. Adalah naskah (manuscript) wujudnya. Di balik setiap lembaran kusam yang kita sentuh perlahan, seperti harta karun. Di sebut demikian karena kita adalah orang pertama yang bersentuhan langsung atas jejak leluhur yang pernah bermakna di zamannya. Demikian rasa itu tersentak setiap kali membaca maha karya para leluhur, tepatnya di Indramyu dan Cirebon. Disinilah letak kepuasan batin seorang filolog, naskah itu semacam rute untuk menjelajahi masa silam yang dianggap usang, lengkap dengan pernak-perniknya, memasuki ruang bahasa, budaya, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Memang, dibutuhkan kesabaran, ketekunan, keuletan dalam menghadapi tulisan yang sukar dibaca, baik karena usianya yang terlalu tua atau isinya yang sukar dipahami. Rasa percaya diri timbul didasari atas keyakinan bahwa, naskah-naskah yang diperoleh langsung dari masyarakat sama sekali belum tersentuh peneliti, bahkan pemiliknya pun biasanya tidak mengetahui isi yang termaktub pada setiap baris teks. Kalaupun memiliki kesamaan tema atau judul, biasanya ada beberapa kekhasan yang tidak dapat dijumpai pada naskah lain yang berada di luar daerah itu. Jadi, ini adalah informasi penting. Dari sini pula, fatwa kita seperti menjadi lebih kuat dan baru dibandingkan dengan orang-orang yang memanfaatkan sumber-sumber konvensional yang sudah beredar luas melalui penerbitan. Terlepas dari kontennya yang terus menuai perdebatan, naskah adalah saksi yang mewakili zamannya.
Satu kepuasan batin yang sukar diterjemahkan dengan rangakaian kata ketika kita menemukan sesuatu yang dianggap penting, paling tidak untuk diri sendiri. Adalah naskah (manuscript) wujudnya. Di balik setiap lembaran kusam yang kita sentuh perlahan, seperti harta karun. Di sebut demikian karena kita adalah orang pertama yang bersentuhan langsung atas jejak leluhur yang pernah bermakna di zamannya. Demikian rasa itu tersentak setiap kali membaca maha karya para leluhur, tepatnya di Indramyu dan Cirebon. Disinilah letak kepuasan batin seorang filolog, naskah itu semacam rute untuk menjelajahi masa silam yang dianggap usang, lengkap dengan pernak-perniknya, memasuki ruang bahasa, budaya, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Inventarisasi dan Deskripsi Naskah Indramayu |
Pada naskah-naskah yang tersebar di masyarakat seyogianya menarik minat para peneliti, terutama budayawan lokal, yang dianggap oleh masyarakat awam memiliki pengetahuan paling luas. Bahwa di Cirebon pernah menjadi pusat tradisi penyalinan dan sentral persebaran agama Islam hanya sebagai kesadaran yang mewujud menjadi kebanggaan kosong, karena di antara mereka sesungguhnya hanya sedikit mengetahui kesusastraan dan perkembangan aliran keagamaan yang pernah mengemuka, terutama yang bersumber dari naskah. Demikian pula dengan Indramayu, kebanggaan itu hanya satu sisi kertas tercoret-coret, pada sisi yang lain sesungguhnya masih belum tersentuh oleh mereka yang mengklain dirinya peminat sejarah kebudayaan lokal, oleh karena itu harus berani memerawaninya.
Membiarkan catatan-catatan yang dianggap penting oleh penulis (kawi/bujangga), sama halnya dengan mengubur ilmu pengetahuan yang pernah ada, karena mereka berkarya tidak hanya untuk masanya, melainkan untuk hari depan yang lebih baik. Untuk itu, mari kita tengok ke belakang sejarah melalui pintu naskah, karena masa lalu adalah cermin untuk meneropong masa depan. Masa lalu adalah katepel untuk mengantarkan batu harapan sejauh mungkin. Dan, masa lalu adalah pelajaran terbaik bagi setiap individu.
Advertisement
EmoticonEmoticon